Sabtu, 31 Januari 2015

KRITIK UNTUK GADIS KRETEK


                 


  
             Awalnya saya antusias mendapatkan buku ini. Buku ini sudah sejak lama saya incar. tapi setelah selesai membacanya, saya malah merasa buku ini biasa banget. Tak ada yang "wow". Alih-alih ingin menceritakan kehidupan pengusaha kretek dengan latar sejarah tapi malah unsur sejarahnya kering kerontang. Padahal judul bukunya punya potensi untuk mengupas sejarah budaya kretek yang mendalam. Gaya bahasanya standar. Isi cerita lebih condong memaparkan persaingan pengusaha kretek yakni Soeradja dan Idroes Moeria. 
               Mungkin ekspektasi saya terlalu tinggi terhadap buku ini. Saya berpikir bahwa buku ini mengupas sejarah dan budaya secara mendalam tapi ternyata tidak. Jeng Yah, tokoh yang menjadi gadis kretek dalam buku ini diibaratkan titisan Rara Mendut yang air liurnya membuat gurih kretek lintingannya. Saya cukup senang Babad legenda Rara mendut sedikit disinggung. Mungkin saja penulis mengilhami kisah Nitisemito dan menjadikan tokoh buta huruf dan pengusaha kretek menjadi karakter tokoh Idroes Moeria dalam buku ini. Tapi saya greget bukan main mengapa penulis tidak mengupas sejarah kretek dan budayanya secara dalam dan tuntas. Andai saja penulis menjelaskan rokok telah menjadi kebutuhan hidup kaum pribumi Indonesia khususnya di Jawa sejak tahun 1600 berdasarkan catatan Thomas Stamford Raffles. Meskipun tembakau bukan tanaman asli di Jawa tapi ternyata dikenalkan oleh Portugis dan dikembangkan Belanda. Andai penulis menceritakan bahwa tembakau telah masuk ke Pulau Jawa bersama wafatnya Panembahan Senapati, berdasarkan naskah Jawa, Babad Ing Sangkala (1601-1602). dan banyak lagi. Saya rasa buku ini akan jauh lebih baik. Sekian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger