Selasa, 25 November 2014

TULISAN SEORANG GURU UNTUK HARI GURU



Aku hampir lupa sejak kapan aku bercita-cita menjadi seorang guru? Kalau tidak keliru ketika aku duduk di bangku SMP (Sekolah Menegah Pertama), aku ingin jadi guru apa saja. Guru silat pun boleh. Alasannya cukup jelas waktu itu bagiku, aku ingin cari kerja yang tidak mendekati kemungkinan menganggur. Simplenya aku tidak pernah lihat ada seorang guru atau sarjana pendidikan menganggur, kebanyakan  adalah sarjana ekonomi manajemen atau hukum. Ketika SMA (Sekolah Menengah Atas), cita-citaku tak berubah. Justru alasan mengapa aku memilih menjadi guru semakin kuat misalnya aku jadi berpikir menjadi seorang guru itu santai. Kerjanya gak kayak bapak di Kantor pulang sore. Menjadi guru bisa pulang siang, dan dilanjut tidur siang. Dengan begitu menjadi guru menurutku adalah profesi ideal bagi perempuan. Karena masih punya waktu untuk mengurus rumah tangga dan anak ketika sudah menikah. Hehe.

Akhirnya Tuhan membukakan jalan untukku menjadi seorang guru. Aku akhirnya lolos tes SPMB masuk Perguruan Tinggi Negeri di UNJ (Universitas Negeri Jakarta) dengan jurusan yang aku ambil adalah Pendidikan Sejarah pada tahun 2010. Ternyata di kampus, aku memang benar-benar menemukan passion-ku di bidang pendidikan. Ya, makin aku menyadari betapa aku  gemar mengajar. Karena aku lebih senang berkerja dihadapan manusia. Daripada harus berkutat dengan benda mati seperti menginput data di laptop. Ah, bagiku itu adalah kerjaan paling membosankan. Bagiku mengajar murid itu menyenangkan meskipun terkadang murid membuat kesal dengan ulahnya yang gaduh, malas dan tidak tertib. Namun atmosfer kelas, berinteraksi dengan murid adalah yang kurindukan. Bagiku, hal itu dinamis dan berubah-ubah. Karena aku yakin murid-muridku hari ini akan selalu berkembang lebih baik di kelas pada pertemuan minggu depan, bulan depan dan seterusnya. Dan pertemuan dengan murid di kelas yang akan datang akan selalu membuat penasaran ada kejutan apa. Apakah si Jihan akan pandai menganalisis peristiwa sejarah seperti minggu lalu? Apakah Sania akan selalu mengeluarkan banyak pertanyaan yang membuat gurunya agak kerepotan? Akankah Jerry bangun dari tidurnya untuk menyimak pelajaran hari ini? Akankah Wais dan Agung melontarkan lelucon cerdas lagi dan membuat seisi kelas terbahak-bahak. Begitulah. Selalu membuat penasaran.

Kini aku sudah berprofesi menjadi guru sejarah di SMK Negeri 6 Kabupaten Tangerang. Tapi cita-citaku itu masih terus ku kejar. Kini cita-citaku tak hanya menjadi seorang guru saja. Tapi menjadi guru professional yang menginspirasi bagi banyak orang. Intinya menjadi guru yang spesial untuk Ibu Pertiwi.“ Menjadi guru bukanlah pengorbanan, tetapi sebuah kehormatan” .Sebagai quote penutup dari Anies Baswedan untuk tulisanku hari ini.

Selamat Hari Guru Nasional. Semoga Guru diseluruh Indonesia senantiasa sehat dan semangat menjadi guru yang menginspirasi.

Dan ini salah satu gambar kelasku.
 
 

UNTUK SELURUH BURUH


Teruntuk buruh yang menuntut upah tinggi, gemar memblokade jalan, berniat akan mogok kerja di pabrik tempatnya bekerja,  : 

"Ketika buruh tuntut upah mewah. 
Menggeber motor dengan pongah. 
Guru honorer pun tertawa Hahahah.
Laku sifat kok serakah?"

-25 November 2014-
( Eka Sari Handayani)


Senin, 16 Juni 2014

WAKTU PAGI



:: Selepas subuh  waktu pagi
Ku duduki kursi beranda rumah
Di sekitar hanya belukar
Ada perdu yang rimbun
Mesra dengan embun

Wangi tanah kuhirup berbekas hujan semalam
Segar, bebauan alam
Tiada racun karbon monooksida yang mencemar
Ku hirup lagi,
Tiada polutan sulfur oksida yang menjalar

Gusti Allah, waktu pagi amat surgawi
Esoknya, ku cumbui suasana ini lagi 
Lalu aku lupa pada elegi…



SENJA



Matahari sudah menua
Ku intip itu dari jendela tua

Matahari sudah menua
Ku intip itu di ufuk
Semburat tinta emas sempurna

Matahari sudah menua
Ada paras rupawan dari jingga hingga tosca
Terlukis manja di angkasa

Setempo saja, sayup-sayup disapu gelap.
Kemana perginya senja? 

Kamis, 23 Januari 2014

BUTUH DISKUSI

Nyi Hajar Dewantara karya Bambang Soekamti Dewantara, Seri di Mata Hatta: Pribadi Manusia Hatta (Serial nomor 9) yang diterbitkan Yayasan Hatta , Hatta: Aku Datang Karena Sejarah karya Sergius Sutanto, Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan karya Soehartono, Pulang karya Leila S. Chudori. Demikian adalah beberapa judul buku yang baru-baru ini selesai kubaca. Alhamdulillah nampaknya ini menjadi sebuah peningkatan yang signifikan karena biasanya aku membaca paling banyak 2 buku saja selama sebulan. Total sudah lima buku yang kubaca selama Januari ini (baca: Liburan). Tiga buku biografi tokoh dan dua adalah novel sejarah. Memang aku sangat menggemari bacaan berkategori biografi, ataupun antologi cerpen dan novel. 

Namun, kini agaknya  aku menyadari bahwa selama ini membaca hanya menjadi aktivitas yang serupa dengan mandi dan buang hajat saja. Bersifat soliter. Tak ada kawan yang mengajak atau diajak diskusi.

Tiba-tiba pikiranku melayang dan teringat petuah filsuf India bernama Swami Vivekananda "Jangan bikin kepalamu menjadi perpustakaan. Pakailah pengetahuanmu untuk diamalkan.". Atau juga sepotong sajak dari Wiji Thukul " Apa guna baca buku kalau mulut kau bungkam melulu".  Kata-kata mereka sungguh amat menyentil.

Ah, sejujurnya aku sungguh ingin berada ditengah-tengah arena diskusi atau forum bedah buku. Berbagi olah pikir dengan beberapa orang tentang apa yang baru-baru ini sudah dibaca. Membandingkan perspektif atau sudut pandang dari kacamata masing-masing. Itulah yang aku sesali mengapa dulu sejak menjadi mahasiswi semester awal aku tidak menjadi penggiat organisasi atau forum yang mengadakan diskusi. Malah menjadi mahasiwi kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang). Dan sekarang mencari teman yang memiliki kesukaan atau minat bacaan saja sulit. Mau diskusi dengan siapa? Atau mungkin teman-teman blogger, adakah?  


Kamis, 23 Januari 2014
Eka Sari Handayani

DARI MATA TURUN KE HATI DALAM SUDUT PANDANG



         "Dari mata turun ke hati". Demikian pepatah pamungkas yang paling sering kita dengar sehari-sehari itu berkata. Meskipun klise, namun ada benarnya juga. Sehingga aku pun menjadi pengikut yang mengamininya. Lantas hal ini merujuk pada pendapat bahwa kebanyakan orang dapat dipastikan menaruh kagum kepada seseorang karena melihat parasnya. Ganteng atau cantik. Namun mungkin aku sedikit berbeda. Aku mengagumi seseorang karena membaca tulisannya. Meski begitu, tapi toh keduanya sama-sama berawal dari mata bukan? Bagiku siapapun yang berhasil meletupkan ide kemudian menciptakan sebuah tulisan adalah mereka yang melebihi dari sekedar ganteng atau cantik. ( Meski ini konteks berbeda). Terlebih mereka yang memiliki ide atas dasar persamaan emosi, latar belakang dan minat dengan perempuan yang menggemari sejarah, pendidikan, sastra dan film sepertiku. Karena melalui tulisan, aku justru dapat melihat keelokan berpikirnya daripada keelokan fisiknya semata.  Bukankah itu lebih asyik?


Ada dua lelaki yakni: R dan D. Aku betul-betul gemar baca tulisan mereka.  Mereka terbentur pada perbedaan bidang minat yang justru kusukai keduanya.  R menaruh minat pada bidang sejarah. Sedangkan D adalah spesialis bidang sastra dan filsafat. Aku mengagumi tulisan-tulisan sejarah R melalui artikel online di website majalah sejarah, maupun artikel di blog pribadinya.  Sebagai sejarawan sekaligus jurnalis. Tentu dia memiliki kecakapan dalam menulis tulisan sejarah . Wawasannya begitu luas membentang meski diameter otak kita sama-sama bervolume 1.350cc. Berbeda dengan D,  berawal dari ketidaksengajaanku membaca artikel di blog Indoprogress yang bertema kritik buku sastra. Tulisan D sungguh mempesona. Hingga sejak itu aku menelusuri tulisan-tulisannya yang lain dan menjadi pengikut tetap blog pribadinya. Ternyata dia juga penggiat Forum Diskusi Daftar Putaka, dan tulisannya sering dimuat di berbagai media cetak dan jurnal. Tapi kuakui keduanya adalah lelaki jenius. Kelihatan bersahaja dan jauh dari kesan pedantik,snob ataupun pretensius. Mereka cerdas dengan cara yang sederhana tanpa dibuat-buat. Tetapi pada kesimpulannya, pepatah itu cukup benar. 'Dari mata turun ke hati' bagiku justru mengacu pada setelah membaca tulisan seseorang, lalu menelurkan kekaguman dan kepuasan hati (baca: senang). Tapi yang jelas ini hanyalah sekedar kagum atau mungkin perasaan obsesifku yang profan dan jauh dari  perasaan yang sakral. 



Kamis, 23 Januari 2014 
Eka Sari Handayani 
Powered By Blogger