Minggu, 22 Desember 2013

RUMAH H.O.S TJOKROAMINOTO DALAM BALUTAN SEJARAH

Oleh: Eka Sari Handayani
Jurusan Sejarah, Universitas Negeri Jakarta

==========================================================================



Gambar 1. Rumah Tjokroaminoto tampak depan (Dok. Pribadi)


Gambar 2. Rumah Tjokroaminoto tampak serong (Dok. Pribadi)  

RUMAH sederhana  ini hanya berukuran 9m x 13m, berlokasi di sebuah jalan kecil Gang Peneleh VII, bernomor 29-31 di tepi Sungai Kalimas, Surabaya. Pada mulanya rumah ini merupakan milik seorang saudagar beretnis Tionghoa, namun karena jarang ditempati, maka rumah ini pun kemudian ditempati oleh saudagar beretnis Arab. Rupanya, rumah ini bernasib serupa dengan penghuni sebelumnya. Maka dari itu, tak berapa lama rumah ini pun dijual kembali. Terakhir, rumah ini dibeli oleh priyayi yang bernama H.O.S Tjokroaminoto. Kemudian pada perkembangannya, rumah ini tak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal saja, namun oleh H.O.S Cokroaminoto bersama sang istri menjadikannya juga sebagai rumah indekos bagi para pelajar Hogere Burgerlijks School (HBS).

Setelah menjadi pemimpin organisasi pergerakan berbasis massa terbesar, yakni Sarekat Islam, Tjokroaminoto yang saat itu berusia 33 tahun tidak memiliki penghasilan lain, kecuali dari rumah kos yang dihuni 10 orang itu. Setiap orang membayar Rp 11. Istri Tjokro, Soeharsikin, yang mengurus keuangan mengenai rumah indekos tersebut.

Karena rumahnya banyak di singgahi para pemuda yang sedang menyelesaikan studinya di Surabaya, Tjokroaminoto juga banyak memberikan kursus-kursus kepada mereka. Diantaranya untuk belajar agama dan juga belajar mengembangkan kemampuan berpolitik agar dapat terlepas dari cengkeraman penjajah kolonial.  Tjokroaminoto sebagai pimpinan Sarekat Islam bertekad untuk membentuk murid-muridnya sebagai sosok manusia agar dapat meneruskan estafet perjuangan beliau dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan RI. 

John D. Legge dalam bukunya Soekarno, Sebuah Biografi Politik menyebutkan bahwa murid Tjokroaminoto diantaranya adalah Soekarno, Sekar Maridjan Kartosuwiryo, Adikusno Tjokrosudjono, Hamka, Alimin, Musso, dan banyak lainnya. Mereka tidak hanya makan dan minum di rumah Tjokroaminito, tetapi juga berdiskusi baik sesama teman maupun bersama Tjokroaminoto sendiri. Sehingga rumah Tjokroaminoto adalah ibarat kancah yang terus menerus menggembleng dan membangun ideologi kerakyatan, demokrasi, sosialisme, dan anti-imperialisme. Di tangan Tjokroaminoto-lah mereka berinteraksi dengan dunia Politik. 

Banyak alumni rumah kos Tjokroaminoto yang kemudian tumbuh menjadi tokoh-tokoh besar yang mewarnai dunia pergerakan Nasional. Soekarno dengan nasionalisme-nya kemudian mendirikan Partai Nasional Indonesia. Semaoen, Alimin, dan Musso dengan komunisme-nya menjadi tokoh-tokoh utama Partai Komunis Indonesia serta SM Kartosoewirjo dengan Islam fundamentalisnya kemudian menjadi pemimpin Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Di rumah itu juga, tokoh-tokoh Muhammadiyah seperti KH Ahmad Dahlan dan KH Mas Mansyur sering bertukar pikiran.

Bonnie Triyana dalam artikelnya yang berjudul Rumah Raja Tanpa Mahkota di Majalah Historia menuliskan bahwa bangunan asli rumah berdiri memanjang ke belakang dengan dua tembok yang menyekat sayap kiri dan kanan rumah sehingga menyisakan koridor yang memanjang di tengah rumah. Pun menurut sumber, rumah yang pernah menjadi kediaman keluarga Tjokroaminoto itu kini memang tak lagi serupa sediakala. Terlebih ketika Sukarno sudah tidak lagi menjadi presiden. Pernah digunakan oleh Walikota Surabaya Soekotjo, lalu kunci rumah tersebut diserahkan kepada Sunarjo, ketua RT setempat. Pada perkembangannya pun, rumah tersebut murni dialihfungsikan menjadi kos-kosan. Kemudian baru tahun 1996 diambilalih oleh pemerintah kota Surabaya. Kemudian atas persetujuan ahli waris rumah diserahkan kepada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan untuk dijadikan cagar budaya.

Pada kesimpulannya, rumah sederhana yang dulunya bekas hunian Tjokroaminoto dan kini  pagar dan pintunya berwarna hijau itu ternyata memiliki nilai historis yang begitu tinggi. Sejarah mengungkapkan bahwa disana pernah menjadi tempat tinggal  para tokoh pergerakan nasional  yang saling bertukar pikiran, melahirkan gagasan dalam menciptakan sebuah kemerdekaan bangsa Indonesia yang pada akhirnya sudah kita nikmati sekarang. 

Sabtu, 21 Desember 2013

EEN BRIEF VOOR JOU!

Untuk R,
Kawan digitalku yang selalu mesra dengan buku dan pena 
 
Di linimasa, kau tuangkan gagasan, lagi kritik
Menyirat wawasan di kepalamu tak sedikit
Kagumku semakin meninggi, biusnya begitu menjalar
Opini brilianmu kau letupkan dalam tulisan, lagi analisamu tajam juga gahar

Kau  yang tak tergapai, dan tak sampai karena tangan ku begitu dangkal
Sudah menahun ternyata kita berdua berkomunikasi virtual

Semoga ada hari agar kita bertemu muka untuk sekedar berdialektika
Berdiskusi menyoal apa saja, tak terasa tahu-tahu sudah senja
Saling mengobrol santai seperti di Pantai
Berbagi olah pikir tanpa ada rasa nyinyir

Dari aku,
Aku yang diam dalam kagum

Rabu, 04 Desember 2013

ANAK KUCING


           Minggu, 24 November 2013. Om Agung, kawan Bapak di Kantor datang ke Rumah untuk memberikan 3 buah anak kucing miliknya kepada kami. Ya, memang Om Agung ini adalah penyayang binatang. Terutama kucing. Tak heran kalau di rumahnya banyak sekali kucing. Karena saking banyaknya, 3 anak kucing itu diberikan ke kami. Supaya di urus.
Om Agung menurunkan sekotak kardus dari jok motornya. 
              "Nih, kucingnya ada tiga. Dua cowok. Satu cewek. Di urus ya. Mandiin aja nanti pakai shampo. jangan lupa kasih makan." Ujar Om Agung seraya membuka solatip kotak kardusnya dan mengeluarkan apa yang ada di dalamnya. 
         Keluarlah tiga anak kucing. Umurnya sekitar 2 bulan. Masih sangat lucu dan lugu. Ketiganya mengeong, dan langsung bermain kejar-kejaran dengan sesamanya setelah dikeluarkan dari kotak kardus. 
            " Oke, Om." Kataku terseyum sambil melihat piaraan baru ini berkeliaran.

             Aku dan kedua adikku sepakat menamainya Poci, Popoh dan Poki. Popoh dan Poki termasuk kategori kucing kampung biasa tapi mereka anak kucing yang lucu dan gesit. Sedang Poci adalah jenis kucing blasteran Persia. Dilihat dari kualitas bulu, kucing blasteran ini tak diragukan lagi bulunya. Lebat dan halus. Ia juga lucu, gesit dan paling menggemaskan diantara yang lainnya.
         Popoh adalah kucing betina satu-satunya dan paling manja diantara yang lain. Kesukaannya minta pangku sama majikannya untuk alas tidur. Kalau ada suara petir, Popoh langsung lari masuk ke dalam rumah. Berlindung di bawah kursi ruang tamu. Hmm Ya dia memang kucing penakut.
            Poki adalah kucing yang paling rakus kalau soal makanan.Dia adalah kucing paling gesit berlari. Dia pernah sempat hilang 3 hari. Tapi kemudian aku  berhasil menemukannya. Dengan badan setengah kotor oleh cairan hitam nan bau dari selokan. Ternyata ia habis tercebur.
          Sedangkan Poci. Dia adalah kucing  favoritku. Karena Poci kucing yang paling penurut, tidak pernah mencakar, dan senang sekali bercanda. Minggu lalu Poci sakit. Ia muntah. Muntahannya berisi makanan yang ia makan bersama cacing-cacing setipis benang yang menggeliat keluar dari mulutnya. Memang menjijikan sekali. Tapi aku ngilu melihat Poci sakit begitu. Khawatir dengan kondisinya, Poci langsung ku suapi combantrine sirup rasa jeruk yang kubeli sebelumnya dari Toko Obat. Meskipun itu obat cacing untuk anak manusia Tapi aku berharap semoga keampuhannya juga bisa mengobati anak kucing yang sedang cacingan. Keesokan harinya, Poci mau makan dan tak muntah lagi. Aku lega, ku pikir dia sudah sembuh, aku sangat khawatir dengan Poci, Ia adalah kucing yang paling lemah diantara yang lain. Dia  sangat ringkih dan  paling sering sakit.
          Tapi sore ini, mataku sembab, habis menangis... Adikku, Dwi mewartakan berita duka lewat SMS bahwa Poci kucing kesayangan kami tewas di depan rumah karena tertabrak motor. Ia menjadi korban tabrak lari. Sungguh aku mengutuk siapapun orang yang menabraknya. Meskipun ia hanya sekedar anak kucing, tetapi juga patut dikubur dengan layak. Selamat tinggal Poci. Aku pasti sangat merindumu.
Ini Foto Poci



Selasa, 29 Oktober 2013

KALEIDOSCOPE


Tiga tahun lalu, aku baru menjadi mahasiswa. Tergabung sebagai kaum intelektual, katanya. Meskipun pada kenyataannya aku hanya seorang biasa yang senang bercengkrama dengan sesama bukan menjadi aktivis muda yang  suka dipuja. Aku lebih suka diskusi meskipun bicara soal harga terasi daripada berlagak untuk orasi.
                                                                        ***
Di selasar Fakultas Ilmu Sosial UNJ. Aku pertama kali melihatmu, sesosok lelaki sederhana berambut gondrong sebahu, berkacamata, berperingai diam nampaknya tak suka bercerita. Tidak angkuh. Hanya jarang tertawa. Belakangan baru kuketahui, kita dalam satu jurusan dan program studi yang sama.
                                                                        ***
Di kelas mata kuliah sejarah Afrika. Kita ditakdirkan  untuk satu semester bersama meskipun disaat itu kita angkatan yang berbeda, aku satu tahun lebih muda dari usia mu yang lebih tua. Ku lihat di daftar absen mahasiswa ternyata namamu Miftahul Huda. Sorenya, ku cari namamu di dunia maya. Yang kemudian menjadi tempat kita saling menyapa .
                                                                        ***
Aku ingat tempat pertama kali aku kencan dengan dirimu. Bukan di ruang tamu. Tapi di toko buku tempat gudangnya ilmu. Setelah itu kita ngopi tapi bukan karena dijamu sebagai tamu, tapi di kedai starbucks aku ditraktir olehmu. Kita mengobrol tanpa jemu. Ternyata aku sadar, aku suka melihat matamu. Diam-diam aku jatuh cinta padamu.
                                                                        ***
Setelah pulang kuliah. Hari itu, hari Jumat. Hari yang buat aku semangat. Karena kau bilang ingin lebih dekat tanpa ada sebuah sekat.
Kau mengajakku pulang bersama dengan tunggangan kendaraan roda dua. Di Taman Menteng, kau berucap rindu, aku tak percaya. Menghadiahkanku boneka koala dengan ucapan cinta yang sekedarnya saja. Ah, nirwana!
***
Selang beberapa bulan kita menjalin asmara, ternyata dilanda sebuah perkara. Setelah bertemu di satu acara. Mamamu bilang, dia kurang selera dengan perempuan yang kamu pelihara. Mungkin mamamu ingin perempuan juara, kalau bisa yang cantik seperti artis Korea. Setelah kamu bercerita, aku hanya diam tak bersuara. Shock seperti baru masuk penjara.


Powered By Blogger