Awalnya saya antusias mendapatkan buku ini. Buku ini sudah sejak lama
saya incar. tapi setelah selesai membacanya, saya malah merasa buku ini biasa banget. Tak ada yang "wow". Alih-alih ingin menceritakan kehidupan
pengusaha kretek dengan latar sejarah tapi malah unsur sejarahnya kering
kerontang. Padahal judul bukunya punya potensi untuk mengupas sejarah
budaya kretek yang mendalam. Gaya bahasanya standar. Isi cerita lebih
condong memaparkan persaingan pengusaha kretek yakni Soeradja dan Idroes
Moeria.
Mungkin ekspektasi saya terlalu tinggi terhadap buku ini. Saya
berpikir bahwa buku ini mengupas sejarah dan budaya secara mendalam
tapi ternyata tidak. Jeng Yah, tokoh yang menjadi gadis kretek dalam
buku ini diibaratkan titisan Rara Mendut yang air liurnya membuat gurih
kretek lintingannya. Saya cukup senang Babad legenda Rara mendut sedikit
disinggung. Mungkin saja penulis mengilhami kisah Nitisemito dan
menjadikan tokoh buta huruf dan pengusaha kretek menjadi karakter tokoh
Idroes Moeria dalam buku ini. Tapi saya greget bukan main mengapa
penulis tidak mengupas sejarah kretek dan budayanya secara dalam dan
tuntas. Andai saja penulis menjelaskan rokok telah menjadi kebutuhan
hidup kaum pribumi Indonesia khususnya di Jawa sejak tahun 1600 berdasarkan catatan Thomas Stamford Raffles. Meskipun tembakau bukan tanaman asli di Jawa tapi
ternyata dikenalkan oleh Portugis dan dikembangkan Belanda. Andai
penulis menceritakan bahwa tembakau telah masuk ke Pulau Jawa bersama
wafatnya Panembahan Senapati, berdasarkan naskah Jawa, Babad Ing
Sangkala (1601-1602). dan banyak lagi. Saya rasa buku ini akan jauh
lebih baik. Sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar