DATA BUKU
Judul : Gesang: Mengalir Meluap Sampai
Jauh
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Musik keroncong merupakan salah satu
akar serta warisan budaya bangsa dan bisa kita sebut sebagai produk budaya
tradisi lama yang berfungsi sebagai salah satu sumber system nilai atau
kearifan lokal. Apabila mendengar kata keroncong maka kita akan selalu ingat
tokoh keroncong legendaris asal Surakarta yaitu Gesang.
Buku
yang ditulis oleh Izharry ini memaparkan perjalanan hidup Gesang sejak awal kecintaannya terhadap musik keroncong. Dulunya
Gesang bernama Soetadi namun karena saki-sakitan maka bapaknya mengusulkan
mengganti nama Soetadi menjadi Gesang karena Soetadi dinilai tidak cocok dan
terlalu berat .Dalam bahasa Jawa, gesang berarti hidup.setelah namanya diganti
menjadi Gesang, ia pun tak sakit-sakit lagi.
Gesang
berasal dari keluarga sederhana di Singosaren, Surakarta. Bapaknya penjual
batik yang tidak terkenal di tempatnya. Gesang disuruh berhenti sekolah oleh
bapaknya dan bekerja jualan batik.
Semuanya
berawal ketika teman-temannya mendesak Gesang agar menyanyikan lagu Keroncong Sapu Lidi di tempat orkes
Marko. Ternyata respon penonton pada saat itu menyukai suaranya. Dan kemudian
ia semakin dikenal orang. Gesang pun tampil secara langsung di SRV (Solo Radio
Vrenekin). Ia sering menyendiri menulis
lagu-lagu dan terinspirasi dari keadaan sekitar. Ada sekitar 40 lagu ciptaan
Gesang yang menunjukan betapa jeniusnya pria kelahiran Surakarta ini. Lagu-lagunya ditulis pada waktu yang berbeda
yaitu pada saat masih dijajah Belanda dan Jepang, serta di zaman merdeka. Ada
lagu “Sapu Tangan’ (1941) ‘Bilamana Dunia Berdamai’ (1942), dan ‘Caping Gunung’
(1973). Namun lagu yang menjadi masterpiece
dan favorit semua orang kala itu adalah ‘Bengawan Solo’ yang bercerita tentang
Solo dan sungai yang melintasinya. Ia membuat sungai solo itu terkenal ke
seluruh dunia. Tanpa Gesang, bengawan solo hanyalah sebuah sungai biasa.
Setelah
berakhirnya Perang Dunia II, Gesang pernah menjadi anggota Palang Merah
Indonesia (PMI) dan bertugas di Singosaren. Pada saat itu juga ia meninggalkan
kegiatan musiknya. Tidak pernah menyanyi lagi. Tapi kemudian Gesang pernah
menghadiri misi kesenian ke China dan Korea Utara. Disana ia memperkenalkan
music keroncongnya.
Kehidupan
asmara Gesang juga di ceritakan dibuku ini bahwa Gesang pernah memiliki kisah
percintaan dengan gadis penyanyi ketika mereka bertemu di panggung hiburan.
Namun pada akhirnya ia menikah dengan Walinah atau Inah gadis yang keluarganya
sama-sama penjual batik yang tinggal dekat rumahnya. Namun pada akhirnya mereka
bercerai tanpa menghasilkan keturunan.
Gesang pernah didatangi
seorang Jepang, Mitsuo Hirano . Ia mengaku pernah melihat Gesang menyanyi. Ia
yang mengatakan kepada Gesang bahwa lagu Bengawan Solo sangat popular di
Jepang. Para tentara Jepang di Indonesia juga menyukai bahkan masih mengahafal
lagu itu. Mereka sering menyanyikan sekaligus memperkenalkannya. Para
kanak-kanak di Jepang juga menyukai ‘ Bengawan Solo’ meskipun versinya disana
menggunakan bahasa Jepang. Mitsuo Hirano lah yang mengusulkan tentang yayasan
Perhimpunan Danan Gesang di Jepang. Karena melihat kehidupan Gesang yang tidak
layak dan tinggal sebatang kara. Maka dari yayasan itu lah Gesang mendapatkan
santunansetiap tahunnya dari pemerintah Jepang karena berhasil memperkenalkan
musik keroncong di sana.
Buku biografi yang
ditulis oleh Izharry ini patut diberi apresiasi tinggi karena telah mengangkat
profil seorang pahlawan musik keroncong agar semua orang mengenal sosoknya. Gesang
wafat pada tahun 2010 lalu, dan biografi ini pun mutlak dibutuhkan ketika kita
kehilangan sosoknya. Bahasa buku ini pun cukup puitis, tapi tidak mengurangi
pembaca untuk memahami maknanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar